Api Alquran di Awal Ramadan
Contradixie, Esai – Di sela upayaku untuk
mencerna beberapa deret kata dari bagian paling awal surah al-Baqarah,
tiba-tiba aku teringat Revolusi Alquran-nya Jamal al-Banna. Salah satu adik
dari Hasan al-Banna ini sepanjang hidupnya bersikeras mengenalkan pada dunia
Islam bahwa cara paling bijak untuk memahami Alquran adalah dengan membuka hati
untuknya. Metode apa pun tidaklah berguna dalam hal ini. Alih-alih begitu, jika
kita memaksa menggunakan metode untuk memahami Alquran, maka yang ada kita akan
semakin jauh dari api Alquran.
Metode di benak Jamal
bagaikan alat perang. Penggunaan metode untuk menafsirkan Alquran setara dengan
mengajak Alquran berperang, alhasil bagaimana kisahnya kita bisa mendapatkan
api atau maksud utama Alquran jika kita mengajaknya berperang? Tentu mustahil. Begitu
tegas sosok yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal universitas tersebut.
Kembali ke perenunganku,
ketika pikiranku ada di persimpangan antara ayat yang kubaca dan ingatanku pada
prinsip penafsiran Jamal di muka, rasanya ada sesuatu yang membimbingku untuk
menulis. Menulis tentang apa saja yang muncul di benakku selama membaca
beberapa ayat Alquran. Persis dengan yang digaungkan Jamal.
Inginku, kita bisa
berdiskusi barang satu sampai lima ayat per-harinya dan tulisan ini barangkali
adalah tulisan untuk hari perdana Ramadan. Untuk besok, kita akan berdiskusi
tentang al-Fatihah sebagai surah. Untuk lusa, kita bisa masuk ke beberapa ayat
dalam surah al-Baqarah. Untuk hari setelah lusa—aku lupa apa istilahnya—kita masih
di surah al-baqarah. Untuk besoknya lagi, kita pikir nanti.
Comments
Post a Comment