Biar Kuberitahu tentang Hiasan Langit, An
An… pernah kau berpikir jika langit
memiliki batas? Atau paling tidak, terpikir langit memang memiliki batas?
Lihatlah, An, keluarlah dari kamarmu.
Aku ingin menunjukkan sesuatu kepadamu.
Di atas sana, di langit itu, An, gelap
menjadi sangat manis ketika awan meminggirkan dirinya. Hanya untuk memamerkan
apa yang ada di baliknya, An, bintang-bintang itu ….
Kau lihat ada yang berwana putih
bening, dan di ujung sana yang paling aku sukai, An. Putih bening, bersinar
paling terang di antara yang lainnya.
Pernah kau berpikir untuk menjadi
bintang-bintag itu juga, An? Begitu indahnya dari sini, tapi belum tentu indah
jika ia berada dekat dengan kita, An.
Kau pasti sudah tahu karena kau juga
resah memikirkannya, kan? Seperti apa dunia waktu ini? Semuanya terlihat begitu
berkilauan, pada benda yang selalu kita pegang, pada sesuatu yang selalu kita
buka. Orang-orang berlomba membuat dirinya tampak terang layaknya
bintang-bintang itu, An.
Tapi biarlah, lupakanlah. Aku hanya
resah dengan diriku sendiri, An. Bukan pada mereka. Kenapa harus mereka yang
aku salahkan, aku hanya ingin menyalahkan diriku yang juga resah memikirkan
mereka. Untuk apa?
Kita nikmati saja lukisan Tuhan malam
ini, iya kan? Atau kita bicara hal lain yang lebih menarik lagi. Seperti sains
yang sering kau tanyakan setiap kita berpergian ke pantai, gunung, atau hanya
sekadar mampir di warung kopi kala itu, An?
Aku sering mendengar dari orang-orang,
An. Hal-hal yang tak logis mengenai bintang-bintang itu, dan bahkan mereka
selalu mengutip ayat-ayat dalam alquran tanpa mencari referensi penafsiran lain,
An. Aku resah seperti biasa. Resah pada diriku sendiri yang memikirkan
orang-orang itu. Ah! Mungkin aku yang salah, An.
Tapi aku suka bunyi ayat itu, An,
ayat-ayat dalam al-qur’an yang selalu kita agung-agungkan. Memnag sangat indah
bagiku. Seperti ketika Tuhan berfirman “Sesungguhnya
telah kami hiasi langit yang dekat, dengan bintang-bintang….”(QS.al-Mulk:
5)
Sudah, sampai di situ saja. Aku sangat
suka. Langit memang begitu indah ketika gelap dengan butiran-butiran berkilauan
ketika awan tak mengitarinya. Cahaya-cahaya itu membuatku terpaku sejenak,
seperti aku melihat kehindahan senyummu, An.
Kau tahu, An, ada satu cahaya yang hanya
kulihat dari gawai yang kupegang ini, tapi aku sangat mengaguminya seperti aku
mengagumi apa yang kulihat sekarang. Namanya aurora, An, aku ingin
menunjukkannya padamu.
Aurora ini, An, ada yang mengatakan
jika cahayanya begitu menakjubkan. Biasa tampak di kutub utara dan selatan. Dan
lucunya lagi, An, cahaya itu masih menjadi misteri yang belum bisa diketahui
penyebab munculnya. Dan mereka, para peneliti itu, An, mereka mengira-ngira
jika aurora itu terjadi karena emisi foton, yang kutahu foton itu partikel
energi elektromagnetik yang ada di atmosfer paling atas, An, sekitar 65.000km
di atas permukaan bumi, juga dari ionisasi atom-atom nitrogen yang mendapatkan
kembali elektron dan oksigen. Lalu, An, katanya para ilmuwan itu lagi, proses
ionisasinya terjadi bertumbukan, akibat dari partikel-aprtikel cahaya matahari
yang mengalir ke arah magnet bumi lalu mengalami percepatan sepanjang garis
magnetopause. Kiranya seperti itu, An.
Aku boleh tertawa, An? Lucu sekali
ternyata ocehanku. Maaf-maaf, aku hanya sedang bahagia, An. Melihat langit
malam ini. Aku sangat suka gelap dengan banyak cahaya yang mengihiasinya.
Mungkin karna aku sedang resah
memikirkan hidup dan problematikanya, sepertinya memang lebih enak membicarakan
hal-hal tersebut bersamamu, An.
Tuhan memang baik, tetap baik, dan akan
selalu seperti itu, An. Seperti aku melihat senyummu, Tuhan memang benar-benar
baik.
Pemalang, 13 Mei 2020.
Comments
Post a Comment