Tetap Perlu Pintar dalam Bersikap Bodo Amat
Contradixie, Resensi Buku – Allan sangat menyukai Vodka, sangat terampil menciptakan peledak,
dan sangat tidak menyenangi obrolan tentang politik. Bagiku dia adalah tipe
orang yang bodo amat, dan juga nekat.
Sesederhana itu?
Iya.
Tapi kalau mau dibuat sedikit rumit, barangkali jadinya seperti
ini ….
Pada mulanya dia adalah seorang anak lelaki yang berpegang pada
petuah orangtua. Sebuah kata-kata dari ibunya yang membentuk falsafah hidupnya,
segala sesuatu berjaan seperti apa
adanya, dan apa pun yang akan terjadi, pasti terjadi. Ya, dia sama seperti
anak-anak kebanyakan. Namun barangkali ketika anak lain tumbuh dengan sikap
bijak yang juga mengiringinya, Allan masih tetaplah seorang lelaki dengan
pemikirannya yang tidak dibiarkan meremaja. Meski senang bereksperimen dan
berhasil menciptakan peledak oleh karena sifat kreatifnya, namun tidak
serta-merta membuatnya berwibawa dengan itu. Ia masih saja polos, dan tentu
saja bodo amat.
Untuk sebuah lelucon, kehadiran tokoh Allan memang sangat
menghibur. Di dunia di mana orang-orang serba merasa segan, begitu mudah
dikungkung oleh perasaan menyesal, dihantui oleh banyaknya resolusi yang belum
tercapai, keinginan untuk terus menumbuhkan benci kepada siapapun, takut
ditinggalkan dan merasa sendiri, Allan muncul sebagai orang yang sebaliknya. Dia
tak begitu memperhatikan pendapat siapapun, tak suka menyesali yang telah
terjadi, tak punya rencana pasti untuk hidupnya ke depan, tak ada apapun, tidak
ada. Untuk bercinta pun tidak, tapi bukan berarti ia tidak mencintai. Satu kali
saja ia pernah benar-benar murka, yaitu saat
kucingnya yang sangat disayangi diterkam oleh rubah.
Namun betapapun cekikikannya saya ketika membaca buku ini,
betapapun uniknya kepribadian seorang Allan digambarkan sang penulis, semua
hanya akan mentok pada titik tersebut. Saya tidak berharap lebih bahwa mungkin
saja di dunia yang mahaluas dan hidup yang maha tidak pasti ini akan berjumpa
seseorang dengan sikap polos, bodoamat dan nekat serupa Allan. Dan sungguh
sesuatu yang tidak ingin kubayangkan mendapati diri ini berubah sikap menjadi
seperti Allan. Ya, itu mengerikan. Untuk orang dengan mental yang sangat buruk
tiba-tiba bisa tak peduli terhadap reaksi apapun di sekitarnya, bukankah ini
menandakan telah terjadi sebuah peristiwa besar? Hiiii, jangan kayak Joker lah. Hehehe ….
Kalau bukan melalui buku fiksi atau film, memangnya siapa yang
sanggup tertawa seolah ikut menikmati hilangnya nyawa satu demi satu oleh
pelaku yang bahkan tidak punya perasaan bersalah karena telah melakukannya?
Sekilas petualangan hidup tak terencana yang dialami Allan memang
sangat menarik. Berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dari satu Negara ke Negara
lain, dari satu meja makan ke meja makan lain, dari satu makan malam bersama
presiden ke makan malam bersama presiden lain, dari satu kematian ke kematian
lain, dari satu kenekatan ke kenekatan lain, dari satu kekonyolan ke
kekonyololan lain, tapi bukankah bila ini diteruskan, seperti yang disangkakan
sang Jaksa Ranelid, bukankah ini kegilaan? Bukankah orang ini gila? Atau
setidaknya, bila kau merasa waras dan masuk akal, semua kisah itu terasa gila
dan tak masuk akal.
Meski poinku bukan di sana, tapi itu juga benar. Lebih jauh, yang barangkali
ingin saya katakan bahwasanya bersikap bodoamat serupa Allan tentu boleh-oleh
saja, tapi ada baiknya jika tetap menerapkan aturan untuk hal tersebut. Pintar
dalam bersikap bodo amat. Atau sebagaimana
dibahasakan Mark Manson, bersikap bodo amat juga ada seninya.
Penulis: Alena
Comments
Post a Comment